Seperti yang kita ketahui bahwa Islam melarang pacaran. Mengapa demikian ? Apa pula itu pacaran ? pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul ketika masalah ini dibahas.Dalam Al-qur'an disebutkan, " wala taqrobuzzina" yang artinya, " janganlah mendekati zina "
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh
subhanahu wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan
lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah
“dari mata turun ke hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah
itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya.
Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan
saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua
perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan
sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh
dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah
sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki
itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan
dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau
mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di
atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara
mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan)
dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan
perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di
mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau
kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina,
atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan
yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia
memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan
mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!
source : http://maramissetiawan.wordpress.com/2009/06/25/pacaran-dalam-kacamata-islam/
Tampilkan postingan dengan label hukum islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum islam. Tampilkan semua postingan
Jumat, 07 September 2012
Sabtu, 24 Desember 2011
Shalat Berjama'ah itu Wajib atau Sunah ?
Tidak disangsikan lagi permasalahan ibadah merupakan inti ajaran Islam. Syari’at sangat memperhatikan permasalahan ini, karena ia merupakan perwujudan aqidah seseorang. Bahkan Allah Ta’ala menjadikannya sebagai tujuan penciptaan manusia, dalam firman-Nya:
Diantara ibadah yang agung dan penting adalah shalat, karena ia merupakan amalan terbaik seorang hamba, sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.“ [QS.Adz Dzariyaat :56]Diantara ibadah yang agung dan penting adalah shalat, karena ia merupakan amalan terbaik seorang hamba, sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
???????????? ?????? ???????? ??????????? ????? ?????? ????????????? ?????????? ????? ????????? ????? ?????????? ?????? ????????
Artinya: “Beristiqamahlah dan kalian tidak akan mampu istiqamah yang sempurna. Ketahuilah sebaik-baiknya amalan kalian adalah shalat dan tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang mukmin.“[1] Rabu, 04 Agustus 2010
Hukum menutup aurat bagi perempuan
Menurut pengertian bahasa (literal), aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai’ al-mustaqabbih (kekurangan dan sesuatu yang mendatangkan celaan). Diantara bentuk pecahan katanya adalah ‘awara`, yang bermakna qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang bisa menyebabkan rasa malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat (ditampakkan).
Imam al-Raziy, dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz 1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u shahibahu in yura minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi pemiliknya jika terlihat)”.Imam Syarbiniy dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan (kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan celaan). Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.“
Imam al-Raziy, dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz 1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u shahibahu in yura minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi pemiliknya jika terlihat)”.Imam Syarbiniy dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan (kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan celaan). Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.“
Langganan:
Postingan (Atom)